Selasa, 08 September 2015

PENGARUH BURUH ANAK YANG SERING DIBENTAK




" Maka apabila kita mencintai anak-anak kita, maka didik mereka di jalan Allah, ini menunjukkan bahwa kita mencintai anak-anak kita, bahkan tali iman yang kuat adalah mencintai karena Allah dan membenci karena Allah, maka kalau kita benar-benar mencintai Allah maka kita siap untuk mengorbankan apapun demi Allah.

Dan kita ketahui walaupun syaithon ini orang yang alim, arif dan abid, tetapi semua itu bukan karena Allah SWT, tetapi karena hawa nafsunya sehingga itulah yang dia ibadahi.
Jadi hak Allah yang wajib untuk kita tunaikan dan wajib untuk kita kerjakan adalah bahwa Allah satu-satunya yang kita cintai dan yang kita harapkan.






Seringkali orangtua baru bertindak ketika kesalahan telah dilakukan oleh anak. Bukan mencegah, mengarahkan, membimbing sebelum kesalahan terjadi. Seharusnya orangtua mempertimbangkan tingkat perkembangan kejiwaan anak, sebelum membuat aturan. Jangan menyamakan anak dengan orang dewasa. Orangtua hendaknya menyadari bahwa dunia anak jauh berbeda dengan orang dewasa. Jadi, ketika menetapkan apakah perilaku anak dinilai salah atau benar, patuh atau melanggar, jangan pernah menggunakan tolok ukur orang dewasa. Harus diakui, orangtua yang habis kesabarannya sering membentak dengan kata-kata yang keras bila anak-anak menumpahkan susu di lantai, terlambat mandi, mengotori dinding dengan kaki, atau membanting pintu. Sikap orangtua tersebut seperti polisi menghadapi penjahat. Sebaliknya, orangtua sering lupa untuk memberikan perhatian positif ketika anak mandi tepat waktu, menghabiskan susu dan makanannya, serta membereskan mainannya. Padahal seharusnya, antara perhatian positif dan negatif harus seimbang.



 “Fatma… jangan dekati kompor itu! Bahaya, tahu!” Bentak  ayah Fatma yang memergoki putrinya sedang mengutak-atik kompor minyak.

Ketika bocah kecil itu menangis mendengar bentakan ayahnya, sang ayah malah kembali membentak, “Heh… diam!” Si kecil pun semakin ketakutan.


Membentak anak, sepertinya sudah menjadi kebiasaan orangtua. Saat melihat anak melakukan kesalahan atau ketidakpatuhan, orangtua memang sering dibuat jengkel. Secara refleks, karena emosi, orangtua sering bermaksud ‘menasihati’, tapi diucapkan dengan nada tinggi.

Kebiasaan ini juga sering dilakukan oleh orangtua yang temperamental. Pertanyaannya, efektifkah menasihati anak dengan bentakan? Tentu tidak, sebab kalau anak terlalu sering dibentak, maka ia bisa tumbuh menjadi pribadi yang minder, tertutup, bahkan pemberontak. Ia pun bisa menjadi temperamental dan meniru kebiasaan orangtuanya, suka membentak. 

Anak-anak yang sering diberi perhatian negatif apalagi dengan teguran keras atau bentakan, akan mudah tertekan jiwanya. Kemungkinan ia bisa berkembang menjadi anak yang:
Minder, Bila anak selalu dicela dan dibentak, dan tak pernah menerima perhatian positif saat ia melakukan kebaikan, maka ia akan tumbuh menjadi priibadi yang tidak percaya diri (pede) atau minder. Akan tertanam dalam jiwanya bahwa ia hanyalah anak yang selalu melakukan kesalahan, tidak pernah bisa berbuat kebaikan atau menyenangkan orang lain. Akibatnya, ia sering ragu-ragu atau tidak pede untuk melakukan atau mencoba sesuatu karena takut salah. Misalnya, ia jadi tidak pede untuk mengaji atau membaca Alquran, gara-gara orangtuanya selalu membentaknya bila mendengar bacaannya salah.


Cuek/tidak peduli,Anak yang selalu dibentak juga bisa menjadi berkembang menjadi anak yang cuek dan tidak peduli. Akibat sudah terlalu sering menerima bentakan, ia malah jadi apatis, tidak peduli. Ia pun sering mengabaikan nasihat orangtuanya. Mungkin saat dimarahi atau dibentak ia terlihat diam dan mendengarkan, tetapi sesungguhnya kata-kata orangtuanya hanya dianggap angin lalu saja. Masuk ke telinga kanan lalu keluar lewat telinga kiri.


Tertutup,Orangtua yang temperamental dan suka membentak, tentu akan menakutkan bagi anak. Ya, anak menjadi takut pada orangtuanya sendiri, sehingga ia tumbuh menjadi pribadi yang tertutup. Ia tidak pernah mau berbagi cerita dengan orangtuanya. Buat apa berbagi kalau nanti ujung-ujungnya ia disalahkan? Dengan demikian, komunikasi antara orangtua dan anak tidak bisa berjalan lancar. Hal ini tentu berbahaya, karena bila menghadapi masalah dan hanya disimpan sendiri, jiwa anak bisa sangat tertekan.
 
Pemberontak/penentang,  Anak yang bersikap menentang bisa digolongkan dalam 3 tipe. :
Pertama, tipe penentang aktif. Mereka menjadi anak yang keras kepala, suka membantah dan membangkang apa saja kehendak orangtua. Mereka marah karena merasa tidak dihargai oleh orangtua. Untuk melawan jelas tak bisa, karena ia hanya seorang anak kecil. Maka ia pun berusaha menyakiti hati orangtuanya. Ia akan senang bila melihat orangtuanya jengkel dan marah karena ulahnya. Semakin bertambah emosi orangtuanya, semakin senanglah ia. 
Kedua, tipe penentang dengan cara halus. Anak-anak ini jika diperintah memilih sikap diam, tapi tidak juga menuruti perintah. Sebagaimana Abid yang disuruh mandi oleh ibunya, tapi tak juga mau beranjak dari tempatnya bermain. Saat ia ditinggalkan sendiri di kamar mandi pun, ia tidak segera mandi, malah bermain air atau kapal-kapalan. 
Ketiga, tipe selalu terlambat. Anak seperti ini baru mengerjakan suatu perintah setelah terlebih dahulu melihat orangtuanya jengkel, marah, dan mengomel atau membentak-bentak karena kemalasannya. Misalnya Adi yang belum mau beranjak dari tempat tidurnya bila belum dibentak atau diomeli ibunya.

Pemarah, temperamental dan suka membentak

Anak sering meniru sikap orangtuanya. Bila orangtua suka marah atau ‘main bentak’ karena sebab-sebab sepele, maka anak pun bisa berbuat hal yang sama. Jangan heran bila anak yang diperlakukan demikian, akan berlaku seperti itu terhadap adiknya atau teman-temannya, termasuk anaknya 
nauzubillahhimindzalikk.. smg anak-anakku tidak tergolong seperti itu...

dipostkan oleh.. Heny Sophiaty
08092015 
blogger WAROENG BLOG INak Icak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar